Selasa, 28 September 2010

SATUAN ACARA PERKULIHAN


SATUAN ACARA PERKULIHAN

Satuan Pendidikan                                   : STAI Nurul Hidayah Selatpanjang
Mata Kuliah                                            : Desain Evaluasi Pendidikan
Kode / Sks                                               :          / 2 Sks
Jurusan                                                    : Pendidikan Agama Islam
Semester                                                  : Ganjil
Jenis Mata Kuliah                                   : Mata Kuliah Keilmuan dan Keahlian (MKK)
Dosen Pengampu                                    : Khairan Efendi

A.      Standar Kompetensi       : Mengenal Konsep Dasar Evaluasi

TATAP MUKA/ KOMPETENSI DASAR
MATERI PEMBELAJARAN
INDICATOR HASIL BELAJAR
KEGIATAN PEMBELAJARAN
PENILAIAN
Referensi
I & II Memahami Konsep Dasar Evaluasi
1.  Pengertian, tujuan dan manfaat evaluasi pembelajaran
2.  Konsep Dasar Penilaian KTSP

-   Menjelaskan Pengertian Evaluasi
-   Memahami hakikat evaluasi dalam pembelajaran
-   Menyebutkan tujuan,fungsi, dan manfaat evaluasi pembelajaran
-   Memahami karakteristik penilaian pada KTSP
Ekspoiteri, Tanya jawab, diskusi, dan tugas merangkum
Tes lisan
Tugas kelompok
1,3,4,5,7, dan 8

B.       Standar Kompetensi       : Menguasai Teknik Penyusunan dan Pelaksanaan Penilaian dalam Proses Pembelajaran

TATAP MUKA/ KOMPETENSI DASAR
MATERI PEMBELAJARAN
INDICATOR HASIL BELAJAR
KEGIATAN PEMBELAJARAN
PENILAIAN
Referensi
III,IV & V Menyusun soal-soal berbagai jenis tagihan
3. Jenis tagihan penilaian KTSP
a. Penilaian Unjuk Kerja
b. Penilaian Proyek
c. Penilaian Produk
d. Penilaian Portofolio
e. Penilaian Tertulis
f. Penilaian Sikap
g. Penilaian diri

-   Menjelaskan aspek-aspek penilaian (kognitif, afektif dan psikomotor)
-   Merancang penilaian unjuk kerja
-   Merancang penilaian proyek
-   Merancang penilaian produk
-   Merancang penilaian portofolio
-   Menulis redaksi butir soal pada tes tertulis
-   Menguasai teknik menilai sikap (afektif)
Tela’ah materi, Tanya jawab, latihan merancang soal pada jenis tagihan tertentu dan prosentase
Tugas individu dan
Tugas kelompok
1,3,6 dan 7
VI & VII
4
-    




C.        

PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA

PENDIDIKAN ISLAM
DALAM PENGEMBANGAN POTENSI MANUSIA
Oleh : Khairan Efendi

A. Pendahuluan

Dalam pandangan Islam, manusia merupakan ‘entity yang unik. Keunikannya terletak pada wujudnya yang multi-dimensi, bahkan awal penciptaannya didialogkan langsung oleh Allah SWT degan para malaikat sehingga jadilah manusia makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna di muka bumi ini.

Karena kesempurnaan dan kemuliaannya, Allah memberikan keistimewaan-keistimewaan yang menyebabkan manusia berhak mengungguli makhluk lainnya. Di antara keistimewaankeistimewaannya adalah diangkatnya manusia sebagai khalifah di bumi.

Manusia merupakan makhluk berpikir yang menggunakan bahasa sebagai medianya; manusia merupakan makhluk tiga dimensi seperti segitiga sama kaki, yang kaki-kakinya terdiri dari tubuh, akal, dan ruh; manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan, manusia juga mempunyai keluwesan sifat yang selalu berubah melalui interaksi pendidikan.

Mencermati uraian di atas, wacana untuk menjadikan pendidikan yang lebih manusiawi semakin marak dengan memperhatikan sifat, kebutuhan, dan potensi dasar manusia, maka pemahaman tentang hal ihwal manusia menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, setiap rumusan pendidikan berawal dari konsep dasar manusia dalam berbagai dimensinya, yang merupakan refleksi dari pemikiran-pemikiran dinamis atau kenyataan-kenyataan empirik.

Antara konsep dasar pendidikan dan konsep dasar manusia terdapat hubungan yang erat.Tanpa berorientasi pada manusia sebagai acuan dasarnya, rumusan-rumusan teoretis pendidikan akan mengalami stagnasi dan tidak berdaya dalam mengantisipasi perubahan.

Praktik-praktik kependidikan tidak pelak lagi akan mengalami kegagalan, kecuali bila dibangun di atas konsep yang jelas mengenai sifat dasar manusia. Begitu urgennya pemahaman tentang manusia dalam pendidikan sehingga at-Toumy dalam bukunya Falsafah Pendidikan Islam mengungkapkan bahwa penentuan sikap dan tanggapan tentang insan merupakan hal yang amat penting. Sebab insan merupakan unsur terpenting dalam tiap usaha mendidik.

Tanpa tanggapan dan sikap yang jelas tentang insan, pendidikan akan merabaraba Manusia dalam dunia pendidikan, menempati posisi sentral (central position), karena manusia disamping dipandang sebagai subjek sekaligus juga objek pendidikan. Sebagai subjek manusia menentukan corak dan arah pendidikan, sedangkan sebagai objek, manusia menjadi fokus perhatian segala aktivitas pendidikan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, makalah sederhana ini akan mencoba mengeksplorasi tentang hakikat manusia dalam pendidikan Islam yang pembahasannya meliputi; pandangan al-Qur’an tentang manusia, pengertian pendidikan Islam, serta hakikat manusia dalam pendidikan
B. Pandangan al-Qur’an tentang Manusia

Untuk dapat memahami tentang hakikat manusia dalam al-Qur’an, kita dapat menelusuri terlebih dahulu beberapa istilah yang digunakan oleh al-Qur’an untuk menunjuk manusia. Ada tiga istilah kunci yang digunakan al-Qur’an untuk menunjuk manusia, yaitu al-insan, albasyar, dan an-nas.

Kata insan berasal dari kata al-ins atau annisa, yang dalam bentuk jamaknya adalah anasiy, nas, unasi insiyyu, yang berarti jinak atau lunak. Akan tetapi, dalam al-Qur’an kata-kata tersebut selalu disebut bersamaan dengan kata al-jin kata yang merupakan lawan yang berarti buas. Kata unasi disebut lima kali dalam al-Qur’an (2: 60; 7: 82; 70:160; 17: 71; 27: 56) dan menunjukkan kelompok atau golongan manusia.

Dalam Q.S. 2: 60, misalnya, unas digunakan untuk menunjukkan 12 golongan dalam Bani Israil. Surat 17: 21 dengan jelas menunjukkan makna ini pada hari kami memangil setiap unas dengan imam mereka. Kata anasiy hanya disebut satu kali (25: 49). Anasiy adalah bentuk jamak dari insan, dengan mengganti nun atau ya atau boleh juga bentuk jamak dari insiy, seperti kursiy, menjadi karasiy, yang merupakan bentuk lain dari insan. Kata ins disebut 18 kali dalam al-Qur’an dan selalu dihubungkan dengan jin sebagai pasangan makhluk manusia yang mukallaf (6: 112, 128, 130, 7 : 38, 179; 17 : 88, 27: 17; 41:25, 29; 46 :18; 51:56; 55:33, 39, 56, 74; 72 : 5, 6).

Kata insan disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 65 kali dalam 63 ayat, kata an-nas 241 kali dalam 225 ayat, kata unasi 5 kali dalam 5 ayat, kata anasi dan unsiya masing-masing 1 kali dalam 1 ayat, basyar 36 kali dalam 36 ayat, dan bani Adam 7 kali.

Kata insan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, insan dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah atau pemikul amanah. Kedua, insan dihubungkan dengan predisposisi negatif diri manusia. Ketiga, insane dihubungkan dengan proses penciptaan manusia.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang lunak/jinak, tempat dia memiliki kemampuan untuk adaptif dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya. Sementara itu, kata basyar berasal dari kata basyarah yang berarti permukaan kulit, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. al-Bazrah mengartikannya sebagai kulit luar, al-Lais mengartikannya sebagai permukaan kulit pada tubuh manusia.

Oleh karena itu, kata mubasyarah diartikan juga sebagai mulamasah sentuhan kulit laki-laki dan perempuan sehingga sering pula diartikan dengan liwat, jima’, persetubuhan Kata basyar disebut 27 kali dalam seluruh ayat tersebut. Kata basyar memberikan referensi pada manusia sebagai makhluk biologis.

Lihatlah bagaimana Maryam berkata, “Tuhanku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku tidak disentuh basyar (manusia)”. Dalam ayat yang lain Nabi Muhammad SAW, disuruh Allah menegaskan bahwa secara biologis ia seperti manusia yang lain. “Katakanlah, aku ini manusia biasa (basyar) sepertimu, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu ialah Tuhan yang satu”. Dengan demikian, kata basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia: makan, minum, seks, dan lain-lain.

Dari segi inilah, tidak tepat menafsirkan basyarun mitslukum sebagai manusia, seperti kita dalam hal berbuat dosa. Kecenderungan para Rasul untuk tidak patuh pada dosa dan kesalahan bukan sifat-sifat biologis, tetapi sifat-sifat psikologis (atau spiritual).

C. Hakikat Pendidikan Islam

Setelah kita memahami manusia secara antropologis berdasarkan al-Qur’an, selanjutnya penulis akan mengurai tentang hakikat pendidikan Islam. Apabila kita berbicara tentang hakikat pendidikan Islam, maka dapat terlepas dari pembicaraan tentang pengertian/definisi pendidikan Islam secara umum.

Hal ini disebabkan dalam pengertian pendidikan Islam tercermin paradigma pendidikan Islam yang akan dibangun, dijabarkan, serta dikembangkan ke arah pendidikan Islam dalam bentuk operasional.

Dengan kata lain, proses/sistem dan model yang dipraktikkan oleh seorang pendidik banyak bergantung pada bagaimana memahami makna pendidikan Islam itu sendiri. Akan tetapi, para pakar pendidikan sampai saat ini belum ada kesepahaman dalam mendefinisikan pengertian pendidikan.
Berikut ini akan penulis kutipkan tentang beberapa definisi pendidikan Islam menurut beberapa tokoh. Sayid Sabiq mendefinisikan pendidikan Islam sebagai suatu aktivitas yang mempunyai tujuan mempersiapkan anak didik dari segi jasmani, akal, dan rohaninya sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun ummatnya (masyarakatnya).

Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses mengubah tingkah laku yang terjadi pada diri individu maupun masyarakat. Muhammad S. A. Ibrahimi mengartikan pendidikan Islam sebagai suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam sehingga dapat dengan mudah untuk membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan ajaran Islam.

Sepintas lalu dengan mencermati beberapa pengertian di atas, pendidikan Islam merupakan proses bukan aktivitas yang bersifat instant. Dengan demikian, pendidikan Islam merupakan upaya untuk menyeimbangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berdasarkan nilai-nilai luhur dan kehidupan mulia sehingga terbentuk pribadi yang sempurna, baik berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.

Beberapa uraian tersebut memberikan suatu gambaran bahwa keduanya merupakan satu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.

Di samping itu, pendidikan Islam juga mempunyai tujuan membentuk manusia yang pada akhirnya di samping mempunyai kualitas yang tinggi secara individual/personal (kesalehan individual) juga mempunyai kualitas yang tinggi secara impersonal/sosial (kesalehan sosial).

D. Potensi Dasar Manusia dan Pengembangannya

Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna (melebihi malaikat) apabila dapat memerankan tugas kekhalifahannya. Namun jika manusia tidak dapat bertanggungjawab sebagai khalifatullah dengan baik dan benar, maka kedudukan manusia lebih rendah dari binatang.

Oleh karena itu, agar dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi, manusia dikaruniai beberapa kekuatan yang dapat menimbulkan kreativitas untuk menata alam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Untuk itu, Tuhan menganugerahkan kepada manusia potensi-potensi (fithrah) yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan.

Ada beberapa pendapat yang membahas tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, di antaranya adalah sebagai berikut. Jalaluddin, ada tiga potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu potensi ruh, jasmani (fisik), dan rohaniah.

Pertama, ruh; berisikan potensi manusia untuk bertauhid, yang merupakan kecenderungan untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta. Kedua, jasmani; mencakup konstitusi biokimia yang secara materi teramu dalam tubuh. Ketiga, rohani; berupa konstitusi non-materi yang terintegrasi dalam jiwa, termasuk ke dalam naluri penginderaan, intuisi, bakat, kepribadian, intelek, perasaan, akal, dan unsur jiwa yang lainnya. Imam al-Ghazali, manusia mempunyai empat kekuatan (potensi), yaitu; pertama, qalb; merupakan suatu unsur yang halus, berasal dari alam ketuhanan, berfungsi untuk merasa, mengetahui, mengenal, diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya yang pada hakikatnya tidak bisa diketahui; kedua, ruh; yaitu sesuatu yang halus yang berfungsi untuk mengetahui tentang sesuatu dan merasa, ruh juga memiliki kekuatan yang pada hakikatnya tidak bisa diketahui; ketiga, nafs; yaitu kekutan yang menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia; keempat, aql; yaitu pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal ibarat sifat-sifat ilmu yang tempatnya di hati.

Jalaluddin dan Usman Said, secara garis besar manusia memiliki empat potensi dasar, yaitu : pertama, hidayah al-ghariziyyah (naluri), yaitu kecenderungan manusia untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, seperti, makan, minum, seks, dan lain-lain, dalam hal ini antara manusia dengan binatang sama; kedua, hidayah al-hisiyyah (inderawi), yaitu kesempurnaan manusia sebagai makhluk Allah SWT (ahsan at-taqwim); ketiga, hidayah al-aqliyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat dididik dan mendidik (animal educandum); dan keempat, hidayah diniyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai potensi dasar untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Apabila dikaitkan dengan konteks pengembangannya, potensi ruh diarahkan kepada ibadah mahdhah (khusus) secara rutin dan kontinu. Oleh karena dengan melalui program ini diharapkan tercipta tingkah laku lahiriah-batiniah sebagai suatu pola hidup makhluk yang bertuhan. Potensi jasmaniah diprogramkan lebih dini agar manusia makan dan minum dari yang manfaat, baik dan benar (halalan thayyiban).

Hal ini dianggap penting karena benih (nuthfah) berasal dari makanan dan minuman, yang pada akhirnya akan menjadi bahan baku pengembangan sumberdaya insani. Potensi rohaniah, seperti naluri mempertahankan diri dan naluri untuk berkembang biak harus disalurkan dengan jalan yang diridlai Allah SWT. Sementara itu, dengan potensi fithrah dan gharizah menuntut manusia untuk senantiasa belajar dari lingkungannya.

Salah satu aspek potensial dari fitrah adalah kemampuan berpikir manusia, di mana rasio menjadi pusat perkembangannya. Adapun potensi akal merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk memilih (baik dan buruk) dan manusia berpotensi untuk menentukan jalan hidupnya.

Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa Allah telah menganugerahkan beberapa potensi kepada manusia yang dapat dikembangkan dengan seoptimal mungkin dalam rangka melaksanakan tugas kekhalifahannya di dunia. Dari potensi-potensi dasar tersebut, menunjukkan pada kita akan pentingnya pendidikan untuk mengembangkan dan mengolah sampai di mana titik optimal itu dapat capai. Apalagi kita saksikan kondisi manusia pada waktu dilahirkan di dunia ini, mereka dalam keadaan yang sangat lemah, yang secara tidak langsung membutuhkan pertolongan dari kedua orangtuanya.

Tanpa adanya pertolongan dan bimbingan kedua orangtuanya, maka bayi yang lahir dengan bentuk tubuh yang sempurna itu akan mengalami pertumbuhan secara tidak sempurna. Sebagaimana dialami oleh Mr. Singh, ketika menemukan dua orang anak manusia dalam sarang serigala. Kedua anak tersebut diasuh dan dibesarkan oleh serigala sehingga segala gerak gerik, kemampuan, dan tingkah lakunya sangat menyerupai serigala.

Demikian halnya anak yang diasuh oleh monyet, maka ia juga akan menyerupai monyet. Dengan demikian, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan kepribadian anak, potensi jasmaniah dan rohaniah tidak secara otomatis tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, tetapi membutuhkan adanya bimbingan, arahan, dan pendidikan.

Oleh karena itu, penulis sependapat dengan ungkapan yang dilontarkan oleh Emmanuel Kant “manusia bisa menjadi manusia karena pendidikan”.

E. Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam memandang manusia mempunyai posisi sentral (central position) karena manusia dipandang sebagai subjek juga objek. Sebagai subjek manusia menentukan corak dan arah pendidikan, sedangkan sebagai objek, manusia menjadi fokus perhatian segala aktivitas pendidikan.
Dalam al-Qur’an ada tiga istilah kunci yang digunakan untuk menyebut manusia, yaitu basyar, insan, dan bani adam/ zuriyat adam. Kata basyar, memberikan referensi pada manusia sebagai makhluk biologis-fisiologis. Kata insan, digunakan untuk menunjuk manusia sebagai totalitasnya; insan sebagai pemikul amanah/khalifah, dihubungkan dengan predisposisi ncgatif manusia; serta insan yang dihubungkan dengan proses penciptaan manusia.

Seluruh kategori merujuk kepada sifatsifat psikologis atau spritual atau menggambarkan secara simbolis karakteristik basyari dan insani.Sementara an-Nas menunjuk kepada pengertian bahwa manusia sebagai makhluk sosial. Bani adam/zuriyat adam digunakan manusia secara universal (umum).

Manusia lahir ke dunia dalam keadaan fithrah (membawa potensi dasar) yang meliputi; qalb ruh, nafs, dan akal, dan masing-masing potensi tersebut harus dikembangkan melalui pendidikan dengan seimbang dalam rangka mewujudkan insan kamil.















DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahman. 1969. ‘Aisyah, Maqa1 fi al-Insan; Dirasah Qur’aniyyah. Mesir: Dar al-Ma’arif. Al-’Ainain, Ali Khalil Abu. 1980. Falsafah at-Tarbiyah al-Islamiyyah fi al-Qur’an al-Karim. Mesir: Dar al-Fikri al- ’Araby.

Ancok, Djamaluddin dan Fuat Nashori Suroso. 1994. Psikologi Islam: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Asy-Syaibany, Omar Muhammad at-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.

Asy’ary, Musa. 1992. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.

Barnadib, Imam. 1994. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga.

Boullata, Issa J. 1992. Tafsir al-Qur’an Modern: Studi atas Metode Bintusy-Syathi’. Terj. Ihsan Ali-Fauzi. Bandung: Yayasan Muthahari.

Daradjat, Zakiah. 1992. llmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

Izutsu, Toshihiku. Relasi Tuhan dan Manusia. Terj. Agus Fahri Hussein, dkk. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta.

Munawar, Budhy - Rahman (Ed.) 1995. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina.

Muthahhari, Murtadha. 1986. Memahami al-Qur’an. Terj. Agus Fahri Husein. Jakarta: Yayasan Bina Tauhid.

Mulkhan, Abdul Munir. 1993. Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRESS.

Nasution, Harun. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah. Jakarta: UI-Press.

Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan daIam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.

Quthb, Muhammad. 1993. Manhaj at-tarbiyah al-Islamiyyah. Kairo: Dar asy-Syuruq.

SILABI DAN SAP


SILABI DAN SAP


Matakuliah : Strategi Belajar Mengajar
Kode : MEP485
SKS/JS : 4/4
Prasyarat : ---
Dosen : Drs. Sapir, S.Sos., M.Si. / Januar Kustiandi, S.Pd



A. Deskripsi Mata Kuliah
Mata Kuliah ini membahas konsep dasar belajar, mengajar, strategi belajar mengajar, pendekatan dalam pembelajaran, pola pengaturandan model pembelajaran ekonomi, pengelolaan kelas, media pembelajaran, macam-macam metode mengajar.

B. Kompetensi
Mahasiswa mampu Memahami konsep dasar belajar, mengajar, strategi belajar mengajar, pendekatan dalam pembelajaran, pola pengaturandan model pembelajaran ekonomi, pengelolaan kelas, media pembelajaran, macam-macam metode mengajar.

C. Materi
1. Konsep Dasar
a. Belajar
b. Mengajar
c. Strategi Belajar Mengajar
2. Pendekatan dalam Pembelajaran
a. Konstruktivis
b. Kontekstual
c. CBSA
d. Keterampilan Proses
e. Pendidikan Kecakapan Hidup
3. Pola pengaturan dan Model Pembelajaran Ekonomi
4. Pengelolaan Kelas
5. Media Pembelajaran
6. Macam-Macam Metode Mengajar

D. Sistem Penilaian
1. Kehadiran (bobot = 10%)
2. Tugas kelompok (bobot = 20%)
3. Tugas Mandiri (bobot = 10%)
4. UTS (bobot = 20%)
5. UAS (bobot= 40%)
6. 1,2,3,4,5 dijumlah kemudian dirata- rata

E. Daftar Rujukan:
1. Saputro, S., Abidin, Z., Sutama, IW. 2002. Strategi Belajar Pembelajaran. FIP UM.
2. Dimyati, Mujiono. 2002 Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
3. Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar&Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
4. Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)
5. Nurhadi, Yasin, B., Senduk, AG. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM.
6. Sadiman, Arief s. Dkk. 2003. Media pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.
7. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA, MA, SMP.



SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

Pertemuan Ke Topik Metode
1 Pendahuluan Ceramah, Tanya Jawab
2 Konsep Dasar Belajar Ceramah, Tanya Jawab
3 Konsep Dasar Mengajar Ceramah, Tanya Jawab
4 Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar Ceramah, Tanya Jawab
5 • Pendekatan Konstruktivis
• Pendekatan Konstektual Diskusi, Tanya Jawab
6 • Pendekatan CBSA
• Pendekatan Keterampilan Proses Diskusi, Tanya Jawab
7 • Pendekatan Kecakapan Hidup
• Macam-Macam Metode Mengajar Diskusi, Tanya Jawab
8 • Pembelajaran Kooperatif
• Pengelolaan Kelas Diskusi, Tanya Jawab
9 • Media Pembelajaran
• Pembelajaran Model Diskusi, Tanya Jawab
10 UTS
11 Praktik Diskusi, Tanya Jawab
12 Praktik Diskusi, Tanya Jawab
13 Praktik Diskusi, Tanya Jawab
14 Praktik Diskusi, Tanya Jawab
15 Praktik Diskusi, Tanya Jawab
16 Praktik Diskusi, Tanya Jawab
Pekan Sunyi
UAS